Misteri Penahanan Tiga Wartawan Di Pelalawan: Konspirasi Atau Pembungkaman?

Pelalawan | Riauindependen.co.id | Apa yang sebenarnya terjadi pada tiga wartawan online yang ditangkap dan ditahan oleh Polres Pelalawan pada 30 Januari 2025? Mengapa mereka diperlakukan layaknya penjahat kelas kakap? Apakah ini bentuk kriminalisasi terhadap pers, atau ada kekuatan besar yang berusaha menutupi sesuatu? Apakah ada kepentingan tersembunyi di balik penahanan ini? Apakah tuduhan premanisme dan pungli yang beredar di media sosial hanya sekadar pembingkaian kasus? Tim Kuasa Hukum yang dipimpin Maruli, S.H., M.H., menggelar konferensi pers pada Senin (3/2/2025) untuk mengungkap kejanggalan yang mencurigakan dalam kasus ini.

Dalam konferensi pers tersebut, Maruli, S.H., M.H., bersama rekannya Yafanus Buulolo, S.H., menyoroti pasal 335 KUHP yang dikenakan terhadap klien mereka. “Apakah ada bukti nyata kekerasan? Siapa korban ancaman yang dimaksud? Kenapa unsur pasal ini dipaksakan?” ujar Maruli dengan nada heran.

Kasus ini bermula dari viralnya sebuah video di media sosial yang menyebutkan adanya tindakan premanisme dan pungli di Jalan Lintas Timur. Namun, menurut Tim Kuasa Hukum, substansi video tersebut masih kabur. “Siapa yang pertama kali mengunggah video ini? Apakah ada kepentingan tertentu untuk membentuk opini publik? Mengapa pihak kepolisian begitu cepat bertindak setelah video ini viral?” tanya mereka.

Maruli mempertanyakan urgensi penahanan terhadap ketiga wartawan tersebut. “Mereka bukan pelaku kriminal berat, bukan bandar narkoba, bukan teroris. Lalu, mengapa mereka diperlakukan seolah-olah seperti penjahat berbahaya? Siapa yang berkepentingan dalam kasus ini?”

Tim Kuasa Hukum mengungkap bahwa pada 31 Januari 2025, mereka telah berupaya bertemu dengan pihak kepolisian, termasuk Kasat Reskrim dan Kapolres Pelalawan, namun justru diabaikan. “Mengapa kami dibiarkan menunggu dari pukul 10.00 WIB hingga 19.00 WIB tanpa kepastian? Apa yang coba disembunyikan oleh kepolisian?” kata Yafanus geram.

Mereka juga menyoroti kecepatan yang mencurigakan dalam proses hukum ini. “Bagaimana mungkin laporan masuk pada 22 Januari 2025, pemeriksaan saksi dilakukan pada 27 Januari, lalu hanya dalam tiga hari setelahnya, tiga wartawan langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan? Apakah ini bentuk kriminalisasi terhadap wartawan yang kritis?”

Kurangnya transparansi dari pihak kepolisian juga menimbulkan tanda tanya besar. “Mengapa kami tidak bisa mengakses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari pelapor? Mengapa identitas pelapor seperti ditutup-tutupi? Apakah ada tekanan dari pihak tertentu yang berkepentingan dalam kasus ini?” lanjutnya.

Tim Kuasa Hukum menegaskan bahwa kasus ini harus diusut dengan transparansi dan keadilan. “Mengapa penahanan ini begitu dipaksakan? Mengapa tidak menempuh jalur Restorative Justice (RJ) yang lebih manusiawi? Apakah ada pihak yang ingin membungkam kebebasan pers melalui kasus ini?”

Kasus ini penuh dengan kejanggalan. Apakah ketiga wartawan tersebut benar-benar bersalah, ataukah mereka menjadi korban dari permainan kekuasaan? Mengapa begitu banyak pertanyaan yang belum terjawab? Semua ini akan terungkap di pengadilan, jika memang ada keberanian untuk menghadirkan kebenaran.**/t




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Optimized by Optimole