Panipahan, Rohil | Riauindependen.co.id | Diduga kuat, ratusan hektare hutan mangrove di Desa Penghuluan Pulau Jemur, Kecamatan Pasir Limau Kapas (Palika), Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Riau, telah dibabat dan dialihfungsikan secara ilegal menjadi perkebunan kelapa sawit. Perusakan ini dilaporkan terjadi menggunakan alat berat (beko) milik warga tanpa izin lingkungan yang sah.
Kegiatan ilegal tersebut terpantau oleh awak media di lapangan pada Selasa, 10 Juni 2025. Lokasi kerusakan berada di wilayah pesisir timur Pulau Jemur, berbatasan langsung dengan Sungai Tawar, Labuhan Batu, Provinsi Sumatera Utara. Areal yang dibuka mencapai lebih dari 200 meter dari garis pantai, yang merupakan kawasan pasang surut dan habitat penting ekosistem mangrove.
PJ Penghulu Pulau Jemur, yang baru menjabat satu bulan, mengaku tidak mengetahui kegiatan pembukaan lahan tersebut sebelumnya. Namun, setelah mengetahui adanya aktivitas beko di kawasan hutan bakau, ia langsung mengambil langkah:
“Saya sudah memanggil pengurus alat berat, namun responnya tidak kooperatif dan cenderung mengancam. Karena tidak diindahkan, saya melaporkannya secara resmi kepada pihak kepolisian agar ditindaklanjuti sesuai hukum,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pelaku diduga berasal dari salah satu dusun yang masih berada dalam wilayah kepenghuluan yang ia pimpin. Laporan resmi telah dikirimkan melalui surat Kepenghuluan kepada aparat penegak hukum.
Perbuatan ini disinyalir melanggar berbagai ketentuan hukum, termasuk:
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 98, 109, dan 116 ayat (2), terkait perusakan lingkungan dan kegiatan tanpa izin lingkungan;
UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, khususnya Pasal 50 ayat (3), yang mengancam pelaku dengan pidana penjara 3 hingga 10 tahun dan denda Rp3 hingga Rp10 miliar.
Alih fungsi lahan mangrove ke perkebunan sawit tidak hanya melanggar hukum, namun juga berdampak serius terhadap ekosistem pesisir. Mangrove berfungsi penting dalam menjaga garis pantai dari abrasi, menyerap karbon, menjadi tempat berkembang biak biota laut, serta habitat burung migrasi.
Pengrusakan ini bukan hanya kejahatan ekologis, tapi juga ancaman bagi keberlanjutan lingkungan dan kehidupan masyarakat pesisir. Masyarakat dan aparat diharapkan terus mengawasi serta mendorong proses hukum agar pelaku mendapat sanksi tegas.(Tamrin/Budi)









