Rokan Hilir | Riauindependen.co.id | Tim investigasi media menemukan adanya praktik pungutan retribusi yang diduga ilegal di Desa Sei Tapah, Kecamatan Tanjung Medan, Kabupaten Rokan Hilir, terhadap mobil pengangkut sawit yang melintas di wilayah tersebut, (27/9/2025).
Saat dicek langsung di lapangan, setiap kendaraan pengangkut sawit dikenakan pungutan sebesar Rp. 70.000 hingga Rp. 100.000 per sekali lewat. Namun, saat ditanyakan dasar hukum dan izin resmi, pihak penjaga pos tidak mampu menunjukkan Peraturan Desa (Perdes) yang sah. Yang ditunjukkan justru hanyalah laporan bulanan pemasukan dan pengeluaran, bukan dokumen legal.
Lebih mengejutkan, dalam laporan tersebut tertulis adanya setoran rutin ke sejumlah oknum aparat penegak hukum (APH) dan aparatur desa, serta cicilan hutang ke salah satu perusahaan (PT) sebesar Rp. 20 juta per bulan.
Ketika dikonfirmasi, pengurus berinisial JP beralasan pungutan tersebut adalah “swadaya masyarakat”. Namun, alasan ini tidak sejalan dengan fakta adanya setoran ke pihak-pihak tertentu. Kepala Desa Sei Tapah saat dikonfirmasi juga memberi jawaban serupa.
Sementara itu, salah satu perusahaan yang armadanya kerap melintas mengaku sudah berkontribusi dalam bentuk alat berat untuk merawat jalan desa, sehingga pungutan tambahan oleh pos palang dinilai tidak wajar.
Dasar Hukum dan Dugaan Pelanggaran, sebagaimana menurut UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (yang telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2024):
1. Pungutan di desa hanya sah jika diatur dalam Peraturan Desa (Perdes) dan telah mendapat evaluasi serta persetujuan Bupati/Wali Kota.
2. Pungutan harus digunakan untuk kepentingan umum, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat, bukan untuk keuntungan pribadi atau setoran ke oknum.
Dan jika terbukti ilegal, praktik pungutan ini berpotensi melanggar:
1. Pasal 368 KUHP (Pemerasan): Pidana penjara maksimal 9 tahun.
2. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 12 huruf e (pungutan liar oleh pejabat): ancaman penjara 4–20 tahun dan denda hingga Rp. 1 milyar.
3. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang Desa, yang menegaskan bahwa pungutan tanpa Perdes sah dapat dikategorikan sebagai pungli.
Maka, Ketua Yayasan Sinergi Nusantara Abadi (Shinta), Sunaryo, menegaskan pihaknya akan melaporkan dugaan pungutan liar ini ke Polres Rokan Hilir. Ia meminta aparat penegak hukum dan pemerintah segera mengusut kasus tersebut secara transparan.
“Jika terbukti ilegal, semua pihak yang terlibat harus ditindak tanpa pandang bulu,” tegas Sunaryo.(Tim)









